ï»żDalamtubuh NU, banyak Kiai yang sering bercandaria, ada juga yang sangat serius. Sehingga ahirnya muncul kelompok-kelompok anekdot yang sangat ngemesin, seperti NU Garis Lurus, NU Garis Lucu, NU Garis Diagonal, Liberal. Namun, mereka bukanlah bagian dari organiasi NU, melainkan serpihan-serpihah masyarakat NU yang tetap ingin diakui menjadi NU.
Untukmenghindari penyimpangan sufisme dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu, maka NU meletakkan dasar-dasar tasawuf sesuai dengan khittah ahlissunnah waljamaah. Dalam hal ini, NU membina keselarasan tasawuf Al-Ghazali dengan tauhid Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, serta hukum fikih sesuai dengan salah satu dari empat mazhab sunni.
Beredar narasi yang menyebutkan Nahdlatul Ulama ( NU) telah berganti logo. Logo terbaru NU ditambahkan simbol salib. Narasi tersebut diunggah oleh akun Facebook bernama Tanue Brewok pada Senin (7/9/2020). Pada bagian bawah logo NU diberi keterangan ' NU Protestan Rahmatan Lil Alamin'. " Alhamdulillah saya masih di NU garis lurus
diMei 06, 2018 Berita, Dakwah, Hoax, Literasi, Daftar media Islam radikal (Salafi-Wahabi) versi siber NU yang dikembangkan Tim Cyber NU dan LTNNU PBNU ini harus dipahami semu akalangan. Tim Cyber NU dan LTNNU PBNU beberapa waktu lalu memang merilis website-website Islam radikal yang perlu diwaspadai.
Vay Tiá»n TráșŁ GĂłp 24 ThĂĄng. ï»żFenomena soal ormas Islam Nahdlatul Ulama NU yang mengklaim memiliki jumlah anggota puluhan juta orang dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia, ternyata tidaklah homogen. Bisa jadi ketika ada seseorang mengaku sebagai âorang NUâ mesti ditanyakan terlebih dahulu, NU yang mana? NU garis lurus, garis lucu atau garis keras? Fenomena ke-NU-an di era milenial jika dipandang dari sisi kulturnya memang beragam, entah apakah masing-masing pendukungnya khidmat kepada pemimpinnya sendiri-sendiri, ataukah mereka sekadar ikut-ikutan karena memang sudah ditakdirkan memiliki garis kultur NU yang dibawa secara turun-temurun oleh orang tua mereka. Melihat berbagai fenomena âke-NU-anâ belakangan seakan menunjukkan bahwa ormas ini terus diseret-seret oleh beragam kepentingan, sehingga hampir dipastikan bahwa ormas ini justru telah kehilangan pijakannya karena memang tak ada sosok kharismatik yang mampu menjadi pemersatu. Sebagai wujud ormas Islam tradisional, NU memang membutuhkan sosok pemersatu yang dapat diterima oleh semua pihak, karena kekuatan sebuah kelompok tradisional adalah keyakinannya yang kuat terhadap tokoh kharismatis, entah itu kiai, ulama atau habib. Menarik melihat perkembangan ormas tertua di Indonesia ini, karena memang NU sebenarnya bukanlah organisasi struktural, tetapi lebih pada nuansa solidaritas kekulturan yang terbangun sekian lama, tanpa harus mengikatkan diri atau taat pada âstrukturalâ garis kebijakan organisasinya. Maka sangat wajar, ketika para tokoh masyarakat, semisal kiai, habib atau ustadz bisa saja merupakan tokoh sentral dalam tubuh NU, yang diikuti oleh masyarakatnya, tanpa harus menjadi bagian dari struktur NU. Itulah kenapa, kemunculan klaim atas NU yang mengidentifikasikan kelompoknyaâgaris lurus, garis lucu, atau garis kerasâmenjadi sulit terbantahkan secara kultural. Sulit untuk tidak mengatakan, bahwa ormas ini pada tataran sosio-kultural, memang tak pernah sepi dari konflik. Anehnya, masing-masing kelompok yang berkonflik tak mau melepaskan diri dari identitas ke-NU-annya, karena NU bagi mereka merupakan sebuah âkulturâ yang asli lahir dari rahim Nusantara, bukanlah sebuah âideologi imporâ yang diserap dari kultur lain. Untuk menggambarkan fenomena âNU Garis Lurusâ saja, tampak sekali kelompok ini merasa harus menjadi pahlawan untuk âmeluruskanâ NU yang sejauh ini mereka anggap âbengkokâ. Bagi kelompok ini, NU kultural jelas tak pernah mengimpor berbagai ideologi asing yang disebut mereka sebagai âSEPILISâ Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme yang belakangan malah menggejala di kalangan anak muda NU. Mungkin kelompok ini bagi saya, kesulitan menyandingkan idealitas Islam dan modernitas, sehingga dari pada bercampur aduk, lebih baik NU âdiluruskanâ saja. Iklan Ada lagi fenomena âNU Garis Lucuâ yang mungkin merasa âgerahâ dengan berbagai unggahan di ranah media sosial medsos yang selalu memojokkan NU. Kelompok ini kerap menguasai lini medsos dan mengunggah meme-meme lucu yang melakukan counter atau kritik terhadap mereka yang mengaku NU tetapi justru âmenyerangâ identitas ke-NU-annya sendiri. Sebuah tagline yang muncul di akun twitter-nya menyebut, âsampaikanlah kebenaran walaupun itu lucuâ seakan kelompok ini enggan mendebat secara berapi-api karena hanya akan menghabiskan energi. Membalas dengan fenomena santai dan kelucuan, barangkali menjadi âsimbolâ para kiai NU yang kemudian âdisorogkanâ kepada publik. Bisa jadi kelompok ini memang selaras dengan slogan Pegadaian, âmenyelesaikan masalah tanpa masalahâ yang setiap unggahannya dikemas dalam nuansa simpatik, tanpa harus menunjukkan sikap penolakan atau kebencian. Barangkali yang lebih berwajah âgalakâ ada juga dalam tubuh NU. Kelompok ini secara kultur, memang menganut tradisi peribadatan selaras dengan NU, walaupun dalam hal pergerakan kurang mengangkat soal tema moderasi Islam. Fenomena kelompok NU âGaris Kerasâ saya rasa takdirnya jatuh kepada sosok Front Pembela Islam FPI yang memang sejauh ini para pemimpin dan pengikutnya terbiasa mengamalkan ajaran-ajaran tradisi ke-NU-an. Sulit dipungkiri, bahwa FPI juga sejatinya disokong oleh mereka yang mengklaim sebagai âNU kulturalâ, bahkan tempat pendeklarasian pertamanya, Pesantren Al-Umm, dipimpin oleh seorang ulama NU, KH Misbahul Anam, salah satu pengikut Tarikat Tijaniyah di kalangan Betawi. Menggambarkan NU sebagai sebuah ormas yang mewarisi tradisi keislaman Nusantara dengan ciri khasnya yang moderatâsebagaimana praktik keagamaan para waliânampaknya sulit disematkan belakangan ini. Begitu banyaknya kelompok yang melakukan klaim atas ke-NU-annya sendiri disertai dengan beragam kepentingannya masing-masing, memperlihatkan NU semakin kehilangan arah. Banyak pihak yang menginginkan NU benar-benar menunjukkan wajah moderatismenya seperti pada masa-masa awal, disaat beberapa kiai kharismatis benar-benar mempertontonkan ketulusan, kejujuran dan khidmatnya yang sangat besar terhadap umat. Hadratussyekh Hasyim Asyâari, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Ridwan memang menjadi tokoh sentral yang senantiasa memberikan kesejukan yang benar-benar menjadi panutan umat. Tentu saja, ditengah nuansa âkonflik sektarianismeâ belakangan, sosok-sosok ini sungguh sangat dirindukan. NU belakangan ini malah seringkali dibenturkan dengan kalangan muslim lainnya yang ditengarai cenderung berideologi âradikalisâ. Sebut saja, beberapa kegiatan pengajian yang akan diisi oleh para ulama yang dianggap âradikalâ oleh NU, justru dilarang bahkan dibubarkan. Pengajian yang akan digelar dengan nama-nama tokoh tertentu seakan di-black list oleh kalangan NU, tak perlu lagi ada kata âtoleransiâ bagi mereka. Yang justru menyedihkan, banyak pihak lain yang kemudian memanfaatkan kasus penolakan ini membuat informasi âhoaxâ yang disebarkan kepada masyarakat, sehingga membuat konflik âsektarianismeâ ini justru semakin meruncing. Sebut saja, misalnya ada informasi yang begitu menohok soal Banser NU yang bertebaran di medsos menyoal sikap mereka yang tak mentolelir pengajian yang diisi oleh tokoh-tokoh yang dianggap berhaluan âradikalâ. NU sepertinya memang sedang galau, berada diantara kelompok âgaris lurusâ, âgaris lucuâ dan âgaris kerasâ dan serasa kehilangan pijakannya sebagai ormas Islam yang sejak dulu dicitrakan sebagai kelompok moderat. Ketiadaan tokoh kharismatisâatau memang karena modernitas, kharisma sekadar simbolâyang kuat di tubuh NU membuat ormas ini berada di alam kebimbangan. Ada baiknya saya mengulang kembali, bagaimana cara Hadratussyekh KH Hasyim Asyâari mengajak dalam sebuah bingkai persatuan, menjauhi nuansa sektarianisme yang melahirkan perpecahan diantara umat. Pada Muktamar NU ke-3 pada 1930, Kiai Hasyim menulis sebuah buku, âQanun Asasi Nahdlatul Ulamaâ, dalam pendahuluannya beliau menulis agar umat Islam bersatu ittihad, saling mengenal taâarruf, dan tenggang rasa taâalluf. Ketiga konsep yang diutarakan Kiai Hasyim nampaknya semakin semakin sulit terwujud, terutama jika mereka yang mengaku NU, tetapi malah menanggalkan nilai-nilai dan tradisi ke-NU-an itu sendiri. Ikuti tulisan menarik SYAHIRUL ALIM lainnya di sini.
daftar ulama nu garis lurus